Jumat, 06 November 2015
Sandal Jepit Untuk Simbah...
Sandal Jepit Untuk Simbah...
Ketika aku hanya punya dua tangan untuk berbuat kebaikan, Gusti Allah yang Maha Kaya mengirimkan jutaan tangan untuk mengangkatnya...
Gedung itu masih baru, harusnya bau cat masih ada sisa di beberapa sudut ruangan, Tapi malam ini berganti dengan baru menyengat dari ribuan kaki basah, bau baju yang penuh keringat, sisa makanan yang tak sempat ditelan teronggok di pojokan. Pengungsi dari lereng Merapi berduyun-duyun mengungsi ke hall ini. Ketakutan dimangsa api yang berlari kencang sekali. Seribu orang lebih dari beberapa dusun yang ada di lereng Merapi menempati gedung olahraga ini. Banyak yang tidak sempat membawa barang-barang yang mereka miliki.. mengungsi atau mati.
Aku berdiri di samping barat hall itu, Penuh manusia dimana-mana, pandangan mataku beralih dari sudut ke sudut, para mahasiswa yang bergerak jadi relawan dengan sigap membagikan makanan. Ada dua orang simbah yang duduk tidak jauh dari tempatku berdiri, kudekati mereka... Pandangan mereka bertemu dengan mataku. Aku duduk disamping dua wanita sepuh berambut putih itu, tubuh mereka dibalut selimut lusuh kedinginan..
"pripun mbah? pun sae sakniki saget istirahat..?" aku bertanya bagaimana keadaan mereka...
"Mass.. Kulo ajeng nyuwun tulung..." kata seorang simbah, suaranya masih gemeter, mungkin masih kedinginan.
kucondongkan badanku ke mereka, kudekatkan telingaku agar mereka tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk bersuara.. simbah ini ingin mengatakan sesuatu..
--------------------
Plengkung Wijilan, timur Alun-alun utara Jogja 2008
Ini hari kedua aku shooting dengan kawan-kawan Metro TV untuk acara Wirausaha Muda Mandiri. Profilku dalam mengelola usaha dibuat dengan konsep kunjungan langsung ke lokasi usaha. Arnaz dan kawan-kawan dari Metro TV selama 3 hari akan tapping gambar aktivitasku di Jogja. Hari ini aku dibuatkan skenario sedang berjalan-jalan di beberapa sudut kota ini. Kami sudah siap di lokasi plengkung Wijilan, kalo kamu pernah ke Jogja di sinilah pusat gudeg legendaris van Jogja dijual. Arnas sudah bersiap memberi kode.
"mas, nanti jalan dari sebelah sana, kepala lihat kanan kiri santai... Jangan tegang! Aku ambil dari dua kamera. Tapi jangan lihat kesana.. Anggep kamera gak ada.." kata Arnas.
"siaap... Yuk kita mulai..!!" jawabku semangat
Aku langsung membalikkan badan untuk menuju ujung jalan, tapi pas berbalik itulah dibelakangku sudah berdiri membungkuk seorang pengemis tua, lusuh, wajahnya melihat ke aspal, tangannya hanya berjarak setengah meter dari perutku, menengadah memohon sedekah...
Aku hanya punya waktu kurang dari 5 detik..
Pilihan pertama: kibaskan tangan, sambil ngomong "lain kali mbah, atau mboten mbah" maka pengemis ini akan pergi.
Pilihan kedua: menganalisa berita dari banyak media, bahwa banyak pengemis palsu yang menjadikan profesi ini jadi mata pencaharian utama. Pasti simbah ini salah satunya, dan dia pasti kaya di kampungnya sana, rumahnya besar dan mewah…. Aah terlalu lamaa!
Pilihan ketiga: wiss kasih aja, banyak duit receh.. Kasih 100 perak pun dia pergi.. Beress!
Pilihat keempat: menggunakan 5 detik yg sempit itu untuk melihat cepat siapa yang ada didepanku, aku gunakan semua intuisi dan hati nurani untuk membaca siapa dan mengapa dia meminta. Jika memang intuisiku bilang dia harus dibantu, aku kadang rela mengosongkan dompetku.
Saat itu aku tidak mengosongkan dompetku, spontan aku beri secukupnya dan wanita tua itu sudah semakin membungkukkan badannya sambil mengucapkan balasan doa-doa. Intuisiku bilang simbah pengemis ini harus dibantu, dia memang menadahkan tangan karena tidak mampu. Kejadian singkat, cepat, refleks itu tanpa sadar terekam kamera tanpa aku minta. Novan Kameraman MetroTV yang saat juga juga memegang kamera saku memfoto kejadian itu. Setelah kami selesai shooting sore hari Novan menunjukkan foto ini kepadaku.
“mau belajar sedekah juga aku mas… biar banyak rejekinya” katanya sambil tersenyum
Foto ini ku share buka untuk riya’…sombong dan menepuk dada, yang kuberikan gak seberapa, tapi kalian pasti akan mengalami kejadian kayak gini, 5 detik yang menentukan untuk proses tranfer rezeki, 5 detik yang mungkin momen kita sedang diuji oleh Yang Punya rezeki… apakah kita mau langsung action tanpa basa-basi, atau menolak saja, kibaskan tangan dan menyakitkan hati. Ini bagian dari Syiar, menyampaikan kebaikan dengan contoh langsung…
aku kadang punya khayalan tingkat tinggi..
“jangan-jangan pengemis itu adalah malaikat yang diutus Gusti Allah saat itu… dia akan menghilang lenyap di balik tembok ujung jalan.. jika tidak kuberi dia akan lapor kepada Yang Punya Rezeki, bukan tidak mungkin besoknya aku yang akan dibuat mampet susah minta ampun nyari rezeki..”
Jujur, aku takut kalo itu terjadi… aku takut jalanku dipersulit oleh Gusti Allah… itu saja!
Foto Candid by Novan MetroTV
-----------------------------
Jogja yang muram, November 2010
Aku terbangun di pagi itu, sesudah sholat subuh aku keluar rumah. Ada yang berbeda di pagi ini, yang jatuh dari langit bukan embun pagi tapi butiran-butiran halus berwarna abu-abu. Seperti hujan tepung gosong, genteng rumah mas Mugi di depanku sudah berwarna putih. Rumah mas Sisum di sampingnya juga. Gentengnya penuh dengan abu putih. Sejak 1995 aku tinggal disini belum pernah mengalami kejadian seperti ini. Kubuka internet, gunung Merapi semakin mengamuk, beban material diperutnya sejak semalam terus dikeluarkan. Tahun 1994 dan 2006 ketika Merapi juga punya hajat mengeluarkan bebannya tidak sampai separah ini. Kali ini material itu pasti banyak sekali, pasir dan batu yang akan jadi bahan bangunan ratusan ribu rumah hingga tahun-tahun ke depan, material vulkanik yang akan sangat menyuburkan tanaman, namun semua itupun harus dibayar.
Hari semakin siang, berita yang datang semakin simpang siur. Rumahku yang berjarak 3 km di selatan bandara Adi Sucipto saja sudah penuh abu, apa masih berani pesawat terbang dalam kondisi udara penuh material vulkanik. Aku pernah lihat di Natgeo, tahun 80an ketika Galunggung meletus sebuah pesawat Boeing Australia dengan ratusan penumpang nyaris terbakar ketika melintas di atas pulau Jawa. Mesin jet yang kemasukan partikel vulkanik seperti manusia yang bernafas sambil nyedot tepung terigu… pasti keselek! Untunglah pesawat itu selamat dalam pendaratan darurat.
Berita Detik.com mengabarkan ke BBku, bandara Adi Sucipto ditutup…sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan..
Sumber Foto: istimewa
Siang harinya berita lainnya masuk, belasan warga Kinahrejo tertimbun awan panas. Kemungkinan salah satunya adalah Mbah Maridjan. Sosok sederhana lugu penjaga Gunung Merapi. Bintang iklan Kuku Bima Energi yang fotonya ditempel di berbagai baliho dan body bis kota yang wira-wiri… Mas Penewu Suraksohargo (Sang Penjaga atau Juru Kunci Gunung Merapi) itu gugur di medan tempur, dalam posisi sujud. Seolah menjelang abu panas menimpa tubuhnya, lelaki renta itu tetap setia dan berdialog dengan Tuhannya..
“duh Gusti Allah, Tuhan yang mengangkat dan meninggikan gunung-gunung.. sudah kujaga gunung ini puluhan tahun, agar menjadi pengingat manusia akan kebesaran-Mu.. jika hari ini tugasku sudah selesai aku siap menghadapMu… api bergulung-gulung ini tidak seberapa dibanding panas neraka. Aku sudah menepati janjiku, menjaga amanah Kanjeng Sultan hingga akhir hayatku… AllahuAkbar..”……. BUUUUMMMMM!!!!
Mbah Maridjan tetap tidak beranjak dari garis depan medan perang, walaupan tentara, polisi, dan para relawan mengajaknya turun ke tempat aman. Kita belajar kepada Mbah Maridjan tentang sebuah keteguhan hati, sebuah kekuatan manusia menjaga amanah hingga maut datang. Aku membayangkan Rumah Mbah Maridjan di surga begitu indahnya… di kaki gunung yang jauuh lebih menakjubkan dari gunung manapun di dunia fana...
------------------------------
“Mas, gimana kalo kita kumpulkan bantuan untuk korban Merapi? Kita kumpulkan di semua cabang Kedai Digital di Jogja dulu dari kawan kedai” Zusuf Vani adalah GM di bisnisku, siang yang muram dia masuk ke ruanganku.
Aku hanya kembali dihadapkan dengan 5 detik yang menentukan, gak sempat untuk berfikir tentang omzet usahaku yang sudah seminggu turun, wisatawan enggan datang ke Jogja, gak sempet mikir bagaimana proses pengumpulan dan distribusinya. Aku hanya punya waktu 5 detik untuk memutuskan itu semua.
“yo wiss, segera kordinasi dengan semua manager Jogja, umumkan di website kedai, kita menerima semua bantuan dan kita pusatkan di Kedai Digital deresan” lanjutku.
Vani segera bergerak cepat, dia segera mengkordinir untuk mengumumkan penggalangan bantuan.
Dari lantai 3 kantorku kulihat langit Jogja yang semakin muram, ini akan jadi gerakan besar jika aku bisa menembus usulan Vani ke area yang lebih luas. Aku punya kawan-kawan di seluruh Indonesia dari berbagai komunitas. Inilah saatnya mereka kuajak serta.
Kubuka BBku, aku punya 4 senjata dengan teknologi tinggi… BB Messenger dengan 15 Group, Yahoo Messenger dengan ratusan kawan, Facebook dengan 5000 friends, twitter dengan 1000an follower. Saatnya beraksi!! Siapa yang akan percaya dengan niat baik kami?? Nama baikku jadi pertaruhannya. Kalo sampai gak jalan amanah ini, tanggungjawab dunia akhirat…
Group pertama di Wirausaha Muda Mandiri langsung kuhajar dengan message khusus:
“Kawan-kawan, ribuan pengungsi turun gunung, mereka tinggalkan rumah, dan harta, mereka hanya bawa nyawa! Saya dan tim Kedai Digital akan terjun langsung ke lokasi pengungsian, langsung transfer ke Rek 456-492-1400, bantuanmu 100% kami sampaikan! Operasional makan dan bensin kami tanggung sendiri! Ada ladang sedekah nih di depan kita? Sayang kalo gak kita sikatt!! Maju atau mundur…?!! Berani atau Kabur!!”
Bahasanya sengaja kubikin provokatif, nyelekit dan manas-manasin. Isi message juga aku copy kirim ke Group Mentor Entrepreneur University (EU), aku lempar ke Group komunitas TDA (Tangan Di Atas), aku tendang ke beberapa Group lainnya.. aku sikut ke Facebook, Aku dorong banter ke twitter dan Yahoo Messenger…
Sambil memantau perkembangan dari TV di kantor, para relawan yang ada di garis depan terus bahu membahu mencari korban. Aku langsung mengumpulkan data dari internet posko-posko yang jadi pusat pengungsian. Semua data yang masuk langsung kami rapatkan, kami bagi dengan lokasi yang berbeda-beda sesuai dengan tim yang kami bentuk. Dari Manager, desainer, produksi, dan Front Office di Kedai Digital kami libatkan. Satu tim terdiri dari 5-8 orang yang akan belanja kebutuhan logistik yang kami perlukan. Data-data mulai masuk dari internet, dari twitter @jalinmerapi yang menginfokan kebutuhan posko-posko secara up to date… Yess! Langkah pertama sudah kami lakukan, tinggal menunggu kucuran dana..
----------------------------
Sebuah SMS masuk sore itu, “mas Saptu aku sudah transfer ya mas buat bantu korban Merapi, tolong disampaikan.. Trims!”
Tak berapa lama masuk SMS lainnya,“Sap.. aku dah transfer 10 juta ke rek mu, aku nitip ya sampaikan langsung ke posko-posko secepatnya. Kalo masih kurang kabari aku, nanti kutransfer lagi..gak usah sebut namaku di group WMM ya” kabar seorang kawan pengusaha muda bisnis perawatan tubuh di Surabaya itu membuatku tersengat! Kami bisa bergerak.. kami bisa mulai bergerak!
Sebuah pesan di BBM masuk, “sap.. aku ngumpulin dana dari kawan-kawan sekantor, aku nitip kamu ya amanah ini. Tolong segera belikan selimut dan popok bayi. Aku lihat berita di TV tadi masih banyak yang kekurangan..”
Dalam waktu singkat, dana terkumpul 20 juta lebih, aku bagi tim menjadi empat yang akan fokus pertama di Posko Umbulharjo, Kepuharjo, Glagaharjo, dan Wonokerto di Sleman. Kordinator tim langsung aku transfer masing-masing 5 juta untuk segera belanja saat itu juga.
Folding gate Kedai Digital kami tutup, tidak ada penjualan hari itu tidak masalah, yang penting kami bisa bergerak untuk membantu sesama. Selama tim lapangan belanja, tim yang di kantor memantau kebutuhan apa saja yang dibutuhkan, berita TV terus mengabarkan, berduyun-duyun orang turun gunung, untuk alas tidurpun mereka tidak ada. Mereka hanya membawa sesuatu yang berharga… nyawa!
Sumber Foto: istimewa
“mas.. aku belanja wiss kaya orang kaya! Sampai 5 trolly isinya popok, sabun, deterjen, sampai kebutuhan wanita! Hehe baru sekarang bisa begini!” Itun telpon sambil cengengesan, dia sedang belanja bersama timnya. Kadang kala, di tengah ketegangan dan kegalauan sebuah senyuman dan canda ringan bisa melegakan hati, mengendorkan perasaan.
Kami berangkat sore itu, sampai di Cangkringan bantuan langsung kami drop ke beberapa posko. Para relawan dari para crosser yang naik motor mencari korban, dokter yang memeriksa para korban, psikolog dan mahasiswa yang menemani para pengungsi agar tidak stress, dokter hewan yang memeriksa sapi-sapi sekarat dengan kulit terbakar, hingga anggota Palang Merah, Pramuka dan tentara yang hilir mudik berlarian. Langit di lereng Merapi sore itu berwarna abu-abu, turun bersama belerang yang menyesakkan nafas dadaku… tapi hari itu aku melihat langsung, antar manusia yang saling menggapai, mengangkat dan menguatkan.. karena hidup harus dilanjutkan.
--------------------------------
Hari ketiga bantuan dari para donatur terus berdatangan, ada yang berupa makanan, pakaian yang dititipkan lewat kantor Kedai Digital. Aku terus bergerilya dengan BB dan Internet, jari-jariku kubuat menggila memprovokasi agar dana terus terkumpul… “Kawan-kawan semua, bantuanmu kemarin sudah kusampaikan, tapi hari ini Merapi masih menggila, Awan panas masih ada disana, ribuan pengungsi masih butuh selimut, baju, makanan, alas tidur malam ini. Apakah kamu bisa tidur nyeyak di kasur empukmu, jika mungkin besok kamu yang terusir dari rumahmu.. transfer ke Rek.456-492-1400.. sedekahmu akan kami sampaikan langsung! Tanpa dipotong pajak dan restribusi!”
Pesan itu kutendang sejauuuuh mungkin! BBM dan Facebook membuatnya tersebar kemana-mana, foto-foto dropping bantuan kemarin kami upload sebagai bukti amanah sudah kami sampaikan! Hari ini kami akan menyusur barat Merapi hingga ke Muntilan Magelang. Sebuah pesan di group BBM membuatku tertawa.. Mentor EU (Entrepreneur University) Miming Pangarah mengirim sebuah bukti tranfer via mBanking, ditambahi provokasi dibawahnya: “Jangan ngaku orang kaya kalo belum bantu Mereka!” gak lama berselang Rully Kustandar mentor Kebun Emas itu itu menambahi dengan bukti transferannya.. benar-benar otak kanan! Kalo suruh koar-koar semua jagoan! Transferan ke rekening bantuan terus berdatangan… hari itu tembus 50 juta. Kami terus bergerak… terus bergerak!
Satu mobil baru datang dari Solo membawa penuh 700 selimut, mobil lainnya penuh dengan mie instan sampai obat nyamuk. 4 mobil bergerak sore itu.. kami berpisah untuk menghemat waktu menuju desa Dukun dan Talun di Muntilan yang jadi lokasi pengungsian. Aku kirimkan pesan ke Vani, untuk makan crew ambilkan dari dana perusahaan, jangan menggunakan dana bantuan.
Malam menjelang, Muntilan seperti kota mati.. semua rumah berwarna abu-abu tertutup debu, tidak ada toko yang buka, kami melanjutkan ke Banyudono, dan Banyubiru.. sesekali suara gemuruh Merapi terdengar dari atas sana. Samar-samar suara yang menggelegar membuat siapapun gentar. Di puncak sana, pasti batu-batu sebesar rumah dan mobil terlempar seperti mainan yang ringan dihambur-hamburkan.. ngeri!
--------------------------
Vani tiba-tiba menelephonku“Alhamdulilllaaaah mas kami semua selamat, hujan di Magelang! Jalanan aspal yang penuh abu tebal kena air jadi licin.. mobil tiba-tiba meluncur kayak sabun, direm pun gak bisa berhenti, bemper depan pecah mas, kaca juga retak.. kami nabrak pembatas jembatan, tapi semua crew selamat..”
Foto kondisi mobil yang dikirim Vani malam itu menjadi bukti medan yang dilewati berat malam itu. Huufff.. masih banyak bantuan belum disampaikan, besok kami harus mencari mobil pengganti. Menyampaikan amanah ini agar bisa segera terdistribusi. Mobil boleh rusak, tapi selimut itu paling tidak membuat mereka di pengungsian tidur nyenyak..
Esok harinya ada berita yang menyesakkan..
Sebuah foto aktivitas kami dropping bantuan di facebook dikomentari seseorang, “kalian numpang eksis yaaa.. ngapain juga kalian nampang di lokasi bencana! kayak kurang kerjaan aja!”komentar pahit itu langsung jadi bahan pembicaraan crew Kedai. Aku memahami perasaan mereka, ketika kami bergerak ke lokasi bencana, kami memang menggunakan mobil APV dan Granmax yang dibranding Kedai Digital karena memang itu yang kami punya. Tapi kami tidak memasang spanduk besar seperti partai itu, yang mencolok dengan ucapan“Selamat Datang Bapak XXX ketua Partai YYY di lokasi posko Merapi Sleman Yogyakarta” ditambahi foto sang tokoh lengkap dengan senyum simpulnya. Di kanan kirinya ada umbul-umbul dan bendera partai melengkapi suasana. Kami mengupload foto itu sebagai bukti bahwa kami benar-benar menyampaikan amanah ini, gak sempat berfikir tentang eksistensi dan promosi.
“Sudah biarkan saja, nanti juga akan terjawab dengan sendirinya..” kataku
Dan benar saja, dalam hitungan jam komentar sinis itu dihujani caci maki oleh fesbuker lainnya. “mbak.. mending ngaca deh! Mending mereka mau turun langsung daripada elo cuman komentar crewet doang!!” hehehe inilah mental sebagian dari kita, jadi penonton tapi mereka merasa paling pintar, paling jago, paling berbuat banyak! Si Mbak itu kalo nonton bola pasti teriakan paling keras.. menggoblok-goblokkan El Loco dan Bambang Pamungkas, seolah dia yang paling cerdas! sayangnya dia sekarangbabak bundas… gak berani lagi komentar menghilang tanpa bekas...
----------------------------------
Seminggu lebih berlalu, sudah lebih dari 15 posko yang kami datangi, seorang kawan di komunitas TDA bertanya di Facebook. “mas Saptu motivasinya ngumpulkan bantuan ini apa mas?”
“hanya membantu saja mas, bisa saja kami tidak perlu bergerak, duduk santai menonton TV kisah-kisah dramatis para relawan di lereng Merapi. Tapi ketika kami bergerak dengan niat baik saja untuk membantu, sudah 150 juta dana yang kami kumpulkan, kami distribusikan barang-barang untuk ribuan orang, ternyata kami merasa lebih menjadi manusia yang bermanfaat… kawan-kawan relawan di baris depan suatu saat akan dicatat malaikat, baju lusuh mereka, sepatu yg lumer kena bara, masker yang penuh debu, keringat yang menetes siang malam akan jadi untaian tasbih, zikir, untuk mereka” jawabku
“aku sendiri pun tidak mungkin mendapatkan kepercayaan, kalo Allah tidak membalikkan hati kawan-kawan yang membantu. Blackberry, Twitter dan Fesbukku ini biarlah jadi saksi, jadi tasbih dan zikirku untuk para pengungsi..”
kadang jika menjelaskan sesuatu pada orang lain aku takut dituduh riya’ dan menyombongkan diri. Namun pak Ustad pernah berkata, "biarlah mereka menuduh dan mencap kita riya’… tapi yang tau niat dan isi hati terdalam kita hanya Allah semata.."
Karena Allah jugalah, hingga lewat minggu ke dua dana 180 juta terkumpul dari kawan-kawan seluruh Indonesia. Kami bukan Media Massa, bukan lembaga sosial atau LSM, kami hanya sekumpulan anak muda Jogja yang bekerja bareng di tempat bernama Kedai Digital, yang ingin bergerak membantu sesama tanpa perlu label yang berbelit-belit, sulit dan rumit.. ituuu sadja!
Ketika VOA news ingin mewawancaraku tentang aksi ini akupun masih segan, tapi si wartawan mengatakan biar jadi inspirasi orang banyak cara baru mengumpulkan dana lewat social media dan teknologi, gak perlu lagi panas-panasan di lampu merah pakai kardus mie…
-----------------------
Tiga mobil itu penuh dengan karpet dan selimut yang kami borong dari toko Liman Malioboro, kami bergegas menuju GOR UNY. Mobil Bonar yang besar muat untuk 3 gelondong karpet sepanjang 25 meter. Ketika kami sampai para mahasiswa yang jadi relawan bahu membahu menurunkan muatan. Aku meminta karpet panjang itu segera digelar, gak usah ditunda-tunda agar para pengungsi bisa segera istirahat. GOR UNY itu penuh dengan pengungsi, kupandangi dari ujung ke ujung mereka yang terusir oleh Merapi. Sampai mataku bertemu dengan dua orang simbah yang duduk di bawah, tubuh mereka kurus dan tampak sangat lelah…
“pripun mbah?..” tanyaku, kudekatkan badanku agar suara simbah mudah kudengar.. sepasang sendal jepit hijau yang putus karetnya ada disampingnya.
“mas, kulonyuwun tulung, menawi onten sendal jepit bekas mboten nopo-nopo, sik elek-elekan nggih kulo kerso, meniko sandal kulo pun rusak, nek ajeng ten wingking kulo kademen dingge mlampah”
Simbah ini tidak punya sandal jepit, dia meminta sandal jepit bekas atau yang jelek gak papa, asal bisa dipakai agar tidak kedinginan ketika berjalan ke kamar mandi…
Aku tertegun, dua minggu lebih sudah aku dan kawan-kawan bergerak dengan dana berlimpah, namun malam ini Gusti Allah menunjukkan bahwa kami masih belum apa-apa, masih banyak pengungsi yang kekurangan kebutuhan apa saja di luar sana…
Aku hanya punya waktu 5 detik untuk memutuskan..
Seorang mahasiswa relawan yang berdiri tak jauh dariku kupanggil, kuambil uang dari dompetku sendiri
“dik, tolong belikan sandal jepit ya.. ini uangnya, habiskan semua gak papa, simbah ini kamu kasih, sisanya kamu bagi ke yang lainnya.. buruan yak!” kataku seperti memerintahnya
Dia mengangguk, lalu berlari keluar entah membeli sandal dimana… aku harus pulang sekarang.
Aku pamitan ke simbah, menyalami tangannya yang dingin.. senyumnya mengembang dengan mata berbinar…“matur suwuuun nggih mass” katanya lirih
Jika kamu ada disampingku saat itu, kamu pasti setuju… senyum simbah malam itu adalah senyum terindah yang menyapa lembut seluruh isi hatimu..
Malam terus beranjak kelam, sesekali suara gemuruh Merapi masih terdengar di kejauhan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar