Minggu, 29 November 2015

Di Ponorogo, 22 Anak Sekolah Belajar ‘Bersama’ Kambing

     PONOROGO (MM)  – Ironis, begitulah ungkapan yang saat ini terjadi mewarnai dunia pendidikan Ponorogo. Disaat 10 milyar rupiah Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun ini tidak terserap, kondisi memprihatinkan justru terjadi di sejumlah tempat, salah satunya kelompok belajar di Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon.

     Tahun ini, Kabupaten Ponorogo dikabarkan mengembalikan dana Rp 10 milyar DAK pendidikan ke kas Negara. Pasalnya, anggaran pengadaan alat peraga yang disiapkan APBN itu tidak terserap lantaran tidak ada satupun sekolah yang mau mengajukan proposal ke Dinas Pendidikan.

    Kondisi ini berbalik 360 derajat dengan yang terjadi di Dukuh Sidowayah Sidoharjo Jambon.  Ibarat  pepatah tidak ada rotan akar pun jadi, begitulah suasana belajar yang terjadi disana. Kelompok bermain Tunas Bangsa ini terpaksa harus melakukan aktivitas belajar mengajar didekat kandang kambing.
Kegitan belajar yang dilakukan di teras rumah Kasih, salah satu warga setempat, berdekatan dengan kandang kambing.

    Sampai saat ini, kelompok belajar Tunas Bangsa Desa Sidaharjo yang memiliki 22 anak dan 2 guru ini belum memiliki gedung sekolah yang layak seperti sekolah-sekolah pada umumnya.
"Keadaan ini, belajar di teras rumah dan berdekatan dengan kandang kambing ini membuat pihak pengajar kesulitan mengembangkan pendidikan karena terkendala sarana dan fasilitas. Sementara kemajuan pendidikan bagi anak usia 5 tahun harusnya didukung dengan sarana sekolah," ujar salah satu perangkat Desa Sidowayah, Kamis (03/08).

    Ia menceritakan, kelompok Belajar Tunas Bangsa  berdiri sejak 18 Desember 2011 dan sudah memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan. “Dula pernah didatangi dari Dinas Pendidikan Jatim, namun disuruh menyediakan tanah. Saya jawab, uang dari mana untuk beli tanah?,” ucapnya.

    Menurutnya, kondisi ini mau tidak mau belajar dengan suasana bau dari kotoran hewan seperti kambing. Tidak hanya itu, debu yang beretebaran membuat konsentrasi proses belajar mengajar terganggu. Ini terjadi karena lantai yang digunakan hanyalah tanah keras, sehingga pakaian maupun perlengkapan sekolah murid lainnya pun penuh debu.

     Sementara itu Miseri Efendi, Wakil Ketua DPRD Ponorogo menyayangkan masih adanya anak sekolah usia dini dengan kondisi belajar memprihatinkan. “Ironis dan kasihan, usia 5 tahun adalah usia dimana bisa menerima masukan ilmu, karakter yang ditanamkan pastinya akan membekas,” ujarnya. Seharusnya pemkab melalui dinas terkait bisa mendata keberadaan belajar mengajar diwilayah Ponorogo.

     Lebih lanjut politisi Demokrat ini menyayangkan pihak pemkab yang kurang perhatian dengan kodisi ini. “Kan ada regulasi terkait penyediaan fasilitas tempat belajar. Mulai dari sarana dan prasana, alat belajar. Masa,  belajar disamping kandang kambing,” ketusnya. (nur/hart)

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar